Tuesday, November 27, 2012




ENGLISH is a stupid language


LET’S FACE IT: ENGLISH IS A STUPID LANGUAGE.
There is no egg in the eggplant, no ham in the hamburger and neither pine nor apple in the pineapple.
English muffins were not invented in England, French fries were not invented in France.
We sometimes take English for granted. But if we examine its paradoxes, we find that Quicksand takes you down slowly, boxing rings are square and a guinea pig is neither from Guinea nor is it a pig.
If writers write, how come fingers don’t fing.
If the plural of tooth is teeth, shouldn’t the plural of phone booth be phone beeth.
If the teacher taught, why didn’t the preacher praught.
If a vegetarian eats vegetables, what the heck does a humanitarian eat!?
Why do people recite at a play yet play at a recital?
Park on driveways and drive on parkways.
You have to marvel at the unique lunacy of a language where a house can burn up as it burns down and in which you fill in a form by filling it out. And a bell is only heard once it goes!
English was invented by people, not computers, and it reflects the creativity of the human race (which of course isn’t a race at all).
That is why when the stars are out they are visible, but when the lights are out they are invisible.
And why it is that when I wind up my watch it starts but when I wind up this story it ends?
And more……………………. Some food for “Thought”
Do infants enjoy infancy as much as adults enjoy adultery?
If love is blind, why is lingerie so popular?
Why is the man who invests all your money called a broker?
Why is a person who plays the piano called a pianist, but a person who drives a race car not called a racist?
Why are a wise man and a wise guy opposite?
Why do overlook and oversee mean opposite things?
If horrific means to make horrible, does terrific mean to make terrible?
Why isn’t 11 pronounced onety one?
If lawyers are disbarred and clergymen defrocked, doesn’t it follow that electricians can be delighted, musicians denoted, cowboys deranged, models deposed, tree surgeons debarked and dry cleaners depressed?
Why is it that if someone tells you that there are 1 billion stars in the universe you will believe them, but if they tell you a wall has wet paint you will have to touch it to be sure?
If you take an Oriental person and spin him around several times, does he become disoriented?
If people from Poland are called “Poles,” why aren’t people from Holland called “Holes?”

Thursday, November 22, 2012


 Chord  "I Started A Joke - BEE GEES" (re-arranged)

Intro : A (Bass & Guitar)    

Verse 1:
            A            C#m
            I started a joke
              D                 E          A      C#m   D
            Which started the whole world crying
                E         A   C#m   D
            But I didn't see
                      E   [1, 4: A  C#m  D  E ; 2, 3: ]
            That the joke was on me, oh no

Verse 2:
            A            C#m
            I started to cry
            D                 E          A      C#m   D
            Which started the whole world laughing
                 E         A   C#m   D
            Oh, if I'd only seen
                         E   [1, 4: A  C#m  D  E ; 2, 3: A]
            That the joke was on me

Chorus:

            F#m               C#m
            I looked at the skies
                         D            A
            Running my hands over my eyes
                C#m            F#m 
            And I fell out of bed
                     Bm
            Hurting my head
                                  E   
            From things that I'd said

Verse 3:
            A            C#m
            'Til I finally died
            D                 E          A      C#m   D
            Which started the whole world living
            E         A   C#m   D
            Oh, if I'd only seen [4: oh, yeah]
            E   [1, 4: A  C#m  D  E ; 2, 3: A]
            That the joke was on me

[repeat chorus]

Interlude:
            A 2x... A C#m D E 2x... F#m C#m D A  F#m C#m D E...
Chorus:

            F#m               C#m
            I looked at the skies
                         D            A
            Running my hands over my eyes
                C#m            F#m 
            And I fell out of bed
                     E
            Hurting my head
                                      
               D                        A
            From things that I'd said 




Saturday, October 27, 2012

Kelana


Kelana
Oleh : William Elfrado Candra

Prolog: ini sebuah cerpen remaja yang dibuat untuk penulis berbasis dari pengalaman pribadi dengan beberapa tokoh yang dimunculkan secara fiktif oleh penulis. Selamat menikmati.

Ini tahun ketigaku di SMP, ya seperti tahun-tahun sebelumnya pergantian tahun pelajaran diawali dengan penentuan kelas dan tentunya pergantian teman kelas. Sudah kuprediksi tahun ini aku masuk ke kelas 9C, ya yang katanya kelas ‘unggulan’ yang berisi orang-orang pandai, dan tidak dapat kupungkiri aku termasuk salah satu diantaranya. Hari pertama kuhabiskan untuk penyesuaian dengan keadaan dan situasi kelas. Ternyata kelas ini tak seperti kelas yang aku bayangkan, kelas yang membosankan, berisi anak-anak ‘culun’ dengan wajah ‘suram’ mereka, kelas ini sungguh menyenangkan, mengasyikkan, dengan beberapa teman yang sebelumnya sudah kukenal aku dapat dengan mudah bersosialisasi dengan teman yang lainnya. Entah mengapa aku juga dekat dengan banyak anak cewek di kelas itu. Kita semua suka berbincang, bergurau dan bermain bersama. Namun entah mengapa dengan salah satu teman cewek yang dulu dekat kini mulai terasa berbeda, seperti tercipta ruang waktu di antara aku dan dia.
Dia Veronika teman sekelasku, parasnya cantik, manis, menawan, baik hati, dan tak tahu mengapa semenjak itu setiap dia panggil namaku, serasa aliran darahku berhenti, lidahku kaku, mataku tak bisa berkedip. Seketika itu aku pun sadar, aku telah jatuh cinta dengannya. Meski tak satupun kala itu yang tahu, semakin hari, aku semakin merasa ruang waktu itu semakin lebar menghalangi aku dan dirinya. Jujur saja aku yang susah mencintai orang ini merasa kebingungan ketika akhirnya aku jatuh cinta pada Veronika. Hari ke hari aku coba menyembunyikan perasaan ini, namun bagaimana bisa teman-teman sekelasku mengetahui ini semua, mungkin dari caraku berbicara dengannya, atau dari caraku menatap matanya, ya memang aku tidak pandai untuk berpura-pura.
Teman-teman pun mulai membuatku kebingungan setiap kali mereka memasangkan aku dengan Veronika. Sudah tidak ada lagi cara untuk menyembunyikan perasaanku ini, pikirku. “Sudah, katakan saja.”, kata hati kecilku. “Aku tak bisa.”, balasku. “Tapi kau harus melakukan itu.”, kata hati kecilku. “Bagaimana caranya?”, balasku. Perdebatan kecil seperti ini sudah hampir setiap hari terjadi. Akupun mencoba dengan mengajaknya bicara walau hanya melalui pesan singkat. Semakin hari aku merasa semakin dekat dengannya. Namun sesuatu terus mengganjal hatiku untuk mengungkapkan isinya.
Mungkin hal itu adalah perbedaan keyakinan antara aku dengan dia, tapi munkinkah dia sepicik itu? Mempersalahkan perbedaan keyakinan? Entahlah. Tapi aku  yakin, ini harus segera aku selesaikan, aku lelaki tak mungkin kubiarkan diriku terlahir sebagai seorang pengecut, tak terasa momen tepat sudah menghadang di depan mata, ya Valentine. Malam itu aku pikirkan sebuah strategi sederhana untuk mengungkapkan perasaan ini padanya, tangan kananku sudah memegang sebatang coklat putih yang pikirku akan kuberikan pada Veronika besok. Namun gejolak batin itu semakin kuat, aku dikejar-kejar oleh rasa ketakutan dan kegagalan. Namun dengan tekat yang bulat aku berhasil menakhlukkan rasa ketakutan itu.
Hari itu tanggal 14 Februari 2010, coklat putih terbungkus kertas hitam bermotif hati merah jambu yang indah sudah berada di saku kanan celanaku, tak lupa kuselipkan sepucuk surat berisikan secarik puisi buatanku di antara bungkusan kertas itu.

Jawaban Hati
Dinginnya malam menusuk tulang
Kini di saat purnama tertutup awan kelam
Deru angin memecah kesunyian
Daun dan ranting menari-nari ketakutan di tengah kegelapan

Hatiku Risau
Kian lama kian gundah
Yang ada di benakku hanyalah kau, kau dan kau
Betapa ingin kuluapkan semua isi hati,
kerinduan, kasih sayang, dan cinta
Tapi pada siapa?
Dia yang kuinginkan
Ya, dia, kau, kamu, dirimu seorang...

Dengan langkah tegap dan pasti kudekati meja tempat dia duduk, dari tempatku berdiri tadi hingga tempatku yang berjarak 1 meter dengan Veronika, jantungku mulai berdegup sangat kencang serasa berpacu dengan aliran darah menuju ke atas kepalaku berkumpul di ubun-ubun dan seketika membeku. Entah mengapa dan bagaimana tiba-tiba mulutku terkunci, aku mengeluarkan keringat dingin, tanpa pikir panjang aku letakkan coklat itu di atas mejanya dan saat itu juga aku lari bergegas keluar kelas. Mungkin dia yang tengah berbincang dengan teman sebangkunya itu bingung melihat tingkahku tadi.
“Guoblok!”, sambil kuhentakkan tanganku tepat di dahiku. Rencanaku gagal tadinya kuingin berikan coklat itu lalu kuungkapkan isi hatiku, gagal sudah, namun mungkin karena kecerdasanku, sudah kusiapkan strategi cadanganku yaitu puisi. Hingga sore menyingsing kugenggam sebuah ponsel merah hitam , menunggu balasan darinya. Tak lama, kuterima sebuah pesan singkat dari cewek cantik itu. “Thanks ya buat coklatnya, puisimu bagus J.”katanya dalam pesan singkat itu. “Ha? Cuma gitu aja?”, pikirku dalam hati. Mungkin ada sesuatu yang salah dalam puisi itu. Mungkin waktu itu Veronika berfikir bahwa aku tidak serius menujukan surat itu padanya. “Gagal total!”, pikirku. Pikiran resah semakin menyelimuti.
Setelah hari itu semakin tercipta jarak dan perbedaan itu semakin terasa. Aku merasa ditolak mentah-mentah olehnya, apakah karena perbedaan agama itu? Entahlah, semakin aku memikirkan itu semuanya terasa runyam. Hingga akhirnya kusadari, aku sendirilah yang menciptakan perbedaan itu dan kemudian aku ambil sebuah keputusan yang menurutku itu baik, kuanggap dia memang tak ingin menuai kepedihan dari indahnya percintaan dan aku, aku bukan seorang pengecut, aku hanya adalah pengelana yang sedang mencari pengalaman hidup, aku tak bisa menyalahkan diriku, karena aku adalah aku yang akan terus menjadi diriku sebagai pengelana cinta.

Sayat Aku!



Sayat Aku!

Oleh : Aldo Candra


Kukira kau berbeda kali ini..
Tapi ternyata,.. Tidak..

Kau tidaklah lebih dari wanita busuk!
Sama seperti dulu..


Kukira kini kau berubah..

Ya memang,..
Brubah mjd lebih kejam..
Lebih sadis..
Hingga kau sayat tipis'' hati yg tlah bersih ini..


Tidakkah kau dapat melihat??

Butakah kau??
Hey! Disini aku berimu harapan!
Taukah kau?? Betapa rindunya aku padamu??


Tapi, tidak kali ini..

Sudah cukup aku..
Tak sanggup aku..
Enyahlah kau!
Tak sanggup ku bendung air mata lagi..
Biarkan aku sendiri..
Menyusun kembali hati
yang tlah kau sayat ini..

Friday, October 26, 2012

Aku Dalam Puisi Menjangkau Puncak Mimpi


Aku Dalam Puisi Menjangkau Puncak Mimpi
Oleh : William Elfrado Candra


Aku...
Seorang bayi merah mungil
Penuh cinta
Dan kasih

Langkah kecil tercipta
Di tahun pertamaku
Dua tangan setia menjaga
Saatku asyik dengan duniaku

Waktu bergulir
Kurasakan beban diri
Tekanan mulai tercipta
Tapi, di sela semangat
Dan percaya diri
Kutapaki jalanan terjal
Nan berduri
Hingga tinggal selangkah lagi
Maka cukuplah sudah
Tuk ku jangkau
Puncak mimpi 

Tuesday, October 23, 2012

Analisis Cerpen “Ada Cerita di Kedai Tuak Martohap”


Analisis Cerpen “Ada Cerita di Kedai Tuak Martohap”
Oleh : William Elfrado Candra

Cerita pendek ini merupakan suatu gambaran tentang cinta sejati yang terjadi di sebuah desa yang masih kental dengan adat istiadat dan kegotongroyongannya. Dengan pengambilan tokoh Pita pencerita berhasil menciptakan suatu karakter Pita yang tabah, tekun dan setia. Pencerita juga menciptakan suatu latar yang mendukung dan menjadi bagian dari awal mula konflik itu tercipta. Konflik dimulai dari Martohap yang semula memendam perasaan cinta terhadap Pita dapat memperoleh suatu kesempatan yang berhasil dimanfaatkannya.
“Bibir Martohap memang telah membuat kuncup bunga di hati Pita mekar bersamaan waktunya dengan sukaria pemuda dan pemudi sekampungnya. Pada malam itu, mereka sedang menghias sebuah pohon cemara menjadi pohon Natal. Beberapa pemuda-pemudi sibuk menyelipkan kabel lampu-lampu kecil di antara daun-daun di sekeliling pohon. Tapi Pita memilih untuk membantu Martohap menyangkutkan hiasan-hiasan salib dan serpihan-serpihan kapas. Ketika pekerjaan mereka selesai, semua lampu gereja dimatikan. Kegelapan menyelimuti mereka. Di balik rimbunnya pohon Natal, Martohap segera merengkuh dan mendekap tubuh Pita erat-erat. Sebelum seseorang mencolokkan kabel ke stop kontak di dekat altar gereja, pemuda itu telah selesai menciumnya. Ketika lampu-lampu pohon Natal itu menyala indah berkelap-kelip, Pita dan Martohap saling tatap penuh makna. Dan Songgop menatap curiga!”
Dari penggalan cerpen di atas dapat diketahui bagaimana cara Martohap “mencuri” hati Pita. Cerpen ini pun semakin menarik karena sang penulis bercerita menggunakan sudut pandang orang ketiga serba tahu dengan alur penyampaian yang campur antara maju dan mundur, dimulai dari kehidupan Pita sekarang bertemu dengan Martohap, pencerita menceritakan kembali kejadian dahulu Pita dengan Martohap, kemudian kembali lagi ke kehidupan Pita sekarang. Ini sangat menarik karena membuat pembaca merasa ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi pada masa lampau dari tokoh Pita dan Martohap.
Latar tempat yang diciptakan di cerpen ini yaitu di sebuah kampung yang dulunya pernah terjadi demonstrasi penolakan adanya pabrik bubur kertas, pabrik itu di demo karena telah mencemarkan ligkungan desa mereka.
“Seminggu sebelum pesta pernikahannya dilaksanakan, terjadi demonstrasi besar-besaran yang menuntut agar sebuah pabrik bubur kertas ditutup. Masyarakat dari empat kampung di sekitar lokasi pabrik bubur kertas itu bergerak serentak menebangi pohon-pohon di hutan tanaman industri. Batang-batang pohon itu diseret untuk memalang jalan. Dahan-dahannya dibiarkan berserakan di tengah jalan. Pohon besar di pinggir jalan, yang batangnya berdiameter setengah meter, turut ditebang untuk memalang jalan. Bahkan batu gunung dilinggis beramai-ramai hingga menggelinding ke tengah jalan. Ribuan masyarakat berdiri di pinggir jalan sambil membawa spanduk-spanduk tuntutan mereka, ”Jangan biarkan bau busuk merusak kehidupan kami”. ”Stop menebar racun di Tanah Toba!”.”
            Pita merupakan tokoh yang mengalami konflik batin dengan Martohap yang sudah 25 tahun tak ditemuinya namun sekarang ia telah bertemunya. Pita merupakan sosok yang tegar namun rapuh. Dia juga merupakan wanita yang sangat setia terhadap cintanya.
“Di dalam kamarnya yang terletak di belakang kedai tuaknya, dia tak mampu menahan air matanya walaupun tak tahu pasti apa sesungguhnya yang dia tangisi. Apakah dia menangis karena terharu akan pertemuan itu atau menangis karena menyesal telah memberikan hatinya kepada lelaki itu. Gara-gara lelaki itu, tak ada lagi hati yang tersisa untuk dia berikan kepada lelaki lain.”
            Di lain paragraf juga menyimpulkan bahwa memang tokoh Pita cenderung sebagai probadi yang cengeng dan rapuh namun ia pandai untuk menyikapi kelemahannya untuk terlihat tegar.
”Pulanglah!” kata Pita ketus. Hatinya meradang. Dengan sigap dia bangkit dari kursinya. Ditinggalkannya lelaki itu sebelum air matanya sempat menetes.”
            Sedangkan tokoh Martohap adalah seorang tokoh yang pengecut namun setia pada cintanya. Terbukti ketika ia dikabarkan pergi dari kampungnya meski tidak diketahui pasti sebab kepergiannya namun kita sudah menduga bahwa kepergiannya adalah merupakan suatu caranya menghindari hal yang akan menyakitinya, dan setelah 25 tahun ternyata ia masih mencintai tokoh Pita dalam cerita bahkan ia belum pernah menikahi seorang pun hingga saat itu ia bertemu dengan sosok Pita lagi.
”Kepala kampung yang baru itu langsung ditunjuk oleh pemerintah.” Pada saat yang sama, calon mertua Pita menyatakan tak akan mundur dari jabatannya. Sejak saat itu demonstrasi yang dilaksanakan terpecah dua. Ada kubu yang mendukung. Ada kubu yang menolak. Dan sejak saat itu pula, Songgop, pemuda yang akan menikahinya menghilang. Dia dicap sebagai salah seorang aktivis yang membantu bapaknya mempersiapkan demonstrasi besar-besaran itu.
Martohap juga menghilang. Masyarakat di kampungnya menganggap dia melarikan diri karena kalah memperebutkan Pita, si perempuan kampung yang cantik dan cerdas. Tapi Pita menganggap Martohap yang menjadi pemenang. Dia telah mencicipi manisnya bibir pemuda itu.”
            Namun di paragraf berikutnya melalui konflik batin tokoh Mrtohap dapat diketahui alasan dari kepergiannya dahulu. Ternyata benar dugaan pembaca bahwa Martohap menghindari kesakitan yang sudah menanti di depan matanya.
“Martohap terkejut. Matanya sempat berbinar. Dia baru tahu kalau pernikahan itu tak pernah dilaksanakan, padahal rencana pernikahan itu yang membuat dia mempertaruhkan nasibnya di perantauan dan selama dua puluh tahun membuatnya takut untuk pulang.”
Di sisi lain karena Martohap kurang bersabar dan terlalu terburu-buru pergi sampai ia tidak mengetahui bahwa sebenarnya Pita juga menyimpan rasa cinta kepadanya. Ini merupakan suatu kesimpulan yang dibuat oleh penulis dan berfungsi sebagai peyakinan pembaca oleh penulis. Karena pada paragraf-paragraf sebelumnya penulis telah memberitahukan kepada pembaca bahwa Pita juga mencintai Martohap melalui percakapan batinnya. Sebaliknya bagi tokoh Martohap ini adalah suatu kejutan yang sangat besar baginya meski hingga akhir cerpen ini ia tidak tahu bahwa Pita juga menyimpan rasa cinta untuknya.
“Martohap terkejut. Matanya sempat berbinar. Dia baru tahu kalau pernikahan itu tak pernah dilaksanakan, padahal rencana pernikahan itu yang membuat dia mempertaruhkan nasibnya di perantauan dan selama dua puluh tahun membuatnya takut untuk pulang.”
            Dari cerita ini dapat diambil beberapa amanat, hendaknya kita secepatnya menyampaikan perasaan kita pada orang yang kita cintai karena tak semua cerita berakhir demikian, akhir yang demikian merupakan suatu keberuntungan yang diciptakan penulis, jika saja Martohap dan Pita saling mengungkapkan dari awal tak perlu selama itu untuk bersatu, bahkan hingga akhir cerita mereka belum saling mengungkapkan perasaan cinta mereka. Terutama seorang lelaki itu seharusnya lebih berani mengungkapkan perasaannya untuk menhindari terjadinya kekecewaan di kemudian hari, meski telah mengungkapkan perasaan kemudian di tolak hendaknya ia tidak putus asa melainkan merasa lega karena ia tak perlu menunggu terlalu lama tanpa ada sebuah kepastian di akhirnya.
            Penulis sangat sukses dalam membawa emosi pembaca di dalam ceritanya hingga di bagian akhir cerita juga membuat suatu akhir yang mengantung sehingga menyebabkan pembaca ingin mengetahui kelanjutan ceritanya dan bahkan karena hanya merupakan sebuah cerpen, pembaca juga dapat mengimajinasikan bagaimana nanti cerita itu berakhir.

Tuesday, September 25, 2012

The Perfect Dawn


The Perfect Dawn
By: William Elfrado Candra

It was the most beautiful dawn in the last windy autumn, a man called Junho started that day by pouring his boiling water into his favourite instant cup noodle, after while he plugged his phone’s charger to the adopter. He was still confused by his own life, immediately he jumped off from his bed, he wore his coat then went to a store which close to his flat. He never bring any money and he didn’t have it yet on that moment, too. Luckily, he always bring his “Lucky Compass”, which is better called as “The Broken Compass” because it always pointing to the wrong direction (not to the North), but anywhere instead. Its just like the same as Jack Sparrow’s compass, it will shows everything what you want, you just need to think it deep inside your heart, and the needle will start to move. Therefore, after Junho entered the store, he took out his Lucky Compass and immediately the compass pointed to the girl 2 feet away in front of him. The girl was picking a bottle of nail polish remover, while Junho was pretending not to see her. Junho knows everything inside this store, including to the placement of cctv camera. When the girl was starting to move, Junho suddenly grabbed that girl’s bag, he ran out from that store and jumped to the stairs which connected into his flat. That girl seemed could not find him anymore and nobody was there to help her. In the end, he was just lie down on floors, counting money that he had earn, and lifting his blue dumbbell.     

Saturday, September 15, 2012

iPhone 5 is the best smartphone ever made, check this video :)
 What do you think? What are you waiting for? get it now at the nearest i-store ! :)

Tuesday, September 11, 2012


Hope You’re Lucky
By : William Elfrado Candra

T
his is the windiest Autumn on last 5 years. Hard and cold wind blew this Dream Town for whole of Autumn. Most of people on this town like to spend their spare time in the parks around them. That day Jack Springs the Dream’s Town major, was giving a little renovation to those parks, one of it was ‘The Park of Freedom’. They repainted fenches, the pole, and benches. They also gave notice boards on the repainted things. It’s stuck well on them, unfortunately the hard wind blew the notice boards away, the workers didn’t notice this. They left the park as they finished their job.
Mr. Jack Springs was busy for checking the renovated parks over the town, as he passed  ‘The Park of Freedom’s gate, suddenly his car blowned down, “Oh, today is my lucky day.” He said. Then, he got off from his car and brought a piece of newspaper with him. He decided to spend today at this quiet, peace and comfortable park. He sat down on a big bench at the midle of the park which close to a small pond. He started to read the newspaper. He just realized that two squirrels were trying to put his shoe off. There was a little fight between them. Finally, Mr.Jack Springs allowed the squirrels to take his shoe, he thought his shoe was already old. As he give it to them,, the squirrel went off. Mr. Jack feel relieved and he began to read again, he enjoy that time very much.
When he moved over another page, cold rain immediately fell. So, he jump quickly from his bench. His tuxedo stuck on that wet-painted-bench. Gratefully, he could released his tuxedo, although it gave paint-marks on his tuxedo. He ran faster after he did that, he ran into a small shop across the street. That was not the ending, he was still busy, searching for the nearest loundry shop. He has ran for a mile, until finally he found that loundry shop. As he arrived in front od that shop’s door, he read the notice on the door’s glass “Sorry, Sunday we’re closed.”. He just realized, that was Sunday, then . he said “Oh my dearest God, I hope today is my lucky day.”. As He started to walk on the road-side, he passed a tall, beautiful, long-haired lady. His eyes could not moved anywhere else instead of looking at her. Suddenly, that lady turned around and greet him. “Sir Jack Springs, what are you doing here?”The lady said. “I’m looking for a place where i can wash this tuxedo.”Mr.Jack Springs answered. “ Your beloved home is far from here, am I right? I will be very pleased if you want to visit my home, it’s not far from here, won’t you?”Asked the Lady. “Of course i want, only a stupid man would reject this.”Answered Mr. Jack. As they walked together Mr.Jack told her all of tragedies which happened to him that whole day. They laughed together, and Mr.Jack could find his own Luckyness.
***THE END***